Kasus Aceh | Banda Aceh – Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional, Balai Syura Ureung Inong Aceh bersama sejumlah lembaga perempuan di Aceh menggelar diskusi publik bertajuk Percepatan Aksi Bersama untuk Kesetaraan Gender: Mendorong Daya Kritis-Masukan Kelompok Perempuan untuk RPJMA. Acara yang berlangsung secara daring melalui Zoom ini bertujuan mendorong integrasi Gender, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2025-2029. (08/03/2025)
Diskusi ini didukung oleh berbagai organisasi perempuan, termasuk DP3A, Flower Aceh, Balai Syura dari berbagai kabupaten/kota, SeIA, KKTGA, PSGA dan PSW UIN Ar-Raniry, PRG USK, AWPF, RPUK, serta Youth ID. Suraiya Kamaruzzaman, selaku Dewan Pengawas Balai Syura, bertindak sebagai fasilitator, sementara Dr. Rasyidah, M.Ag., Ketua Presidium Balai Syura Ureung Inong Aceh, memperkenalkan peran Balai Syura dalam perjuangan hak-hak perempuan di Aceh.
Dalam pemaparannya, Rasyidah menekankan pentingnya memastikan isu perempuan dan kelompok rentan masuk secara proporsional dalam RPJMA. “Proses ini akan terus berlanjut melalui beberapa pertemuan hingga masukan ini dapat diusulkan secara tertulis kepada Bappeda dan Tim Penyusun RPJMA,” ujarnya.
Plt. Kepala Bappeda Aceh, Dr. Husnan, ST., MP., dalam keynote speech-nya mengakui bahwa partisipasi perempuan dalam pembangunan masih menjadi tantangan. Namun, ia optimistis bahwa di bawah kepemimpinan Mualem dan Fadhlullah, harapan untuk meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan dapat diakomodasi. “Bappeda akan membuka ruang bagi masukan kelompok perempuan, baik dalam aspek kesetaraan pendidikan, penanganan kekerasan, maupun pemberdayaan ekonomi,” tegasnya.
Sejumlah isu strategis juga mengemuka dalam diskusi ini. Masni dari Aceh Barat menyoroti pentingnya perlindungan bagi pekerja perempuan dan anak dalam pengembangan Kawasan Ekonomi Kreatif (KEK). Agustina dari SeIA menyoroti peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta perlunya pemberdayaan bagi perempuan korban konflik. Sementara itu, Ainal Mardhiah dari Aceh Besar menekankan pentingnya inovasi pembangunan ekonomi berbasis pendampingan berkelanjutan agar hasilnya terukur.
Di akhir diskusi, peserta sepakat untuk memperkuat gerakan perempuan di tingkat kabupaten/kota guna mengawal integrasi GEDSI dalam RPJMA. Dengan langkah ini, diharapkan kebijakan pembangunan Aceh lima tahun ke depan lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan kelompok rentan. []